Ibnu Khaldun

Tokoh Sosiologi Pra Comte (Pra kelahira Sosiologi).

Auguste Compte

Bapak Sosiologi dan pemberi nama kata Sosiologi.

Emile Durkheim

Tokoh pertama yang mencetuskan metode sosiologi.

Selo Soemardjan

Bapak Sosiologi Indonesia

Ipan Setiawan

Guru SoSiologi SMA

Senin, 30 Desember 2024

Alternatif LIburan Edukatif

 

       ilustrasi liburan sekolah, Sumber:https://media.istockphoto.com/id/187230032/id/foto/liburan-musim-semi.jpg?s=1024x1024&w=is&k=20&c=QhJNOMXbOo4l5FBMCpLKpSItVW-                          E4MAm0kV-FWZ6Ue0=


Libut telah tiba

hore…hore…

hatiku gembira

Liburan akhir semester ganjil tahun 2024 tinggal menghitung hari. Beberapa provinsi umumnya telah  menetapkan tanggal awal libur semester  pada 21 atau 23 Desember 2024. Seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali dan Provinsi Banten. Walaupun demikian hari libur sebetulnya sudah mulai setelah pembagaian raport sekolah.

Sebagai orang tua kira-kira apa yang akan anda lakukan di hari libur nanti? Sudahkah anda menyusun rencana kegiatan bersama putra/putri anda?. Kalau belum sebaiknya anda mulai mempertimbangkan untuk merencakannya. Jangan sampai di moment liburan ini wakktu berlalu begitu saja tanpa memberikan kebermaknaan pada anda dan putra/putri anda.

Liburan adalah waktu ideal untuk mengisi kembali energi fikiran, hati dan fisik putra/putri kita sehingga masuk sekolah dengan full energi. Karena tidak jarang hari libur justru menjadi waktu yang menguras energi putra/putri kita, yang justru membuatnya segan untuk kembali memasuki dunia sekolah. Apalagi di era digital seperti saat ini, anak-anak bahkan orang tuanya sendiri rentan terkena jebakan gadget yang menguras hormon kesenangan tanpa melakukan hal-hal produktif yang ujung-ujungnya justru mengakibatkan tekanan pikiran.

Oleh karena itu mumpung waktu dimulainya liburan masih beberapa hari lagi segeralah rencanakan aktivitas bermnfaat apa yang akan dilakukan selama hari libur. Lakukan rapat keluarga, libatkan putra/putri kita agar mereka juga belajar melakukan sebuah perencanaan sebuah kegiatan. Agar mereka juga turut berkomitmen dan bertanggung jawab untuk mensukseskan terselenggaranya kegiatan liburan, karena mereka merasa terlibat.

Pastikan aktifitas yang akan dilakukan adalah aktivias yang memiliki nilai manfaat yang bisa meningkatkan kualitas putra/putri anda, baik itu kualitas sosialnya, intelektualnya, keterampilanya, fisiknya, ruhaninya. Namun tetap tidak menghilangkan aspek-aspek yang menyenangkan dari liburan. Kegiatan-kegiatan berikut ini mungkin bisa menjadi alternative yang bisa menjadi inspirasi anda untuk merencanakan kegiatan selama libura:

Rekreasi literasi

Program kegiatan yang pertama yang mungkin bisa anda dan keluarga lakukan adalah kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan literasi, namun tetap dikemas dalam nuansa liburan yang menyangkan. Untuk sekedar mengenalkan dan mendekatkan anak-anak dengan dunia buku, tidak ada salahnya membawa keluarga untuk jalan-jalan ke toko buku atau perpustakaan terdekat. Karena beberapa toko buku yang sudah familiar atau perpustakaan daerah tidak “seseram” yang mungkin ada di benak beberapa orang, penuh dengan nuansa serius dengan orang-orang berjidat mengkerut dan wajah merengut.

Beberapa tokoh buku besar yang sudah familiar yang banyak ditemukan di setiap kabupaten dan kota bisanya tempatnya sudah ditata  sedemikian rupa sehingga pengunjung merasa betah berada di tempat tersebut, sekalipun orang tersebut tidak terlalu suka dengan aktivitas membaca. Di beberapa perpustakaan daerah bahkan disediakan area bermain anak dengan peralatan bermain yang cukup lengkap, termasuk menyediakan berbagai peralatan bermain yang bisa menarik minat anak untuk berliterasi.

Kalau level literasi putra/putri anda sudah lumayan jauh, anda bisa melakukan perjalanan yang lumayan jauh untuk sekedar membeli buku di pasar buku murah yang biasanya ada di kota kota besar. Siapkan anggaran untuk perjalanan dan untuk membeli beberapa buku sesuai dengan pilihan putra dan putri anda.

Eksperimen Sains Sederhana

Kegiatan selanjutanya yang berikaitan dengan literasi adalah melakukan eksperimen sains sederhana di rumah. Eksperimen ini tidak harus memakan biaya besar, cukup dengan berbagai barang bekas yang mudah ditemukan atau dengan menggunakan barang-barang lainya yang tidak memerlukan biaya mahal. Adapun mengenai petunjuk langkah-langkah eksperimen bisa anda temukan di buku-buku yang anda pinjem di perpustakaan atau yang anda beli di toko buku. Bisa anda mencari petunjuk percobaan sains tersebut di internet.

Agar anak-anak terlibat benar-benar mengamati dan terlibat dalam percobaan tersebut, bekali anak dengan alat tulis. Suruh anak untuk mengamati dan menuliskan apa saja yang dia  lihat dan dia alami terkait dengan uji coba yang dilakukanya. Dengan cara ini akan melatih anak-anak untuk melakukan kegiatan ilmiah walaupun sifatnya sederhana.

Melakukan aktivitas fisik

            Aktivitas fisik yang dimaksud tentu saja di antaranya adalah olah raga yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat secara umum, seperti berenang, memamanah, sepak bola, basket, badminton dan lain sebagainya. Namun bisa juga melakukan kegiatan fisik lain yang berkaitan dengan permainan-permainan tradisional, seperti engklek, galasin, gatrik, petak umpet, dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik ini akan menyehatkan badan sekaligus fikiran putra/putri anda dibandingkan hanya sekedar rebahan memegang gadget.

Ada lagi aktivitas yang lebih menguras tenaga, tapi tetap menyenangkan yaitu melakukan penjelajahan sekitar kampung. Bisa dilakukan dengan bersepeda bersama keluarga atau jalan kaki ramai-ramai sekeluarga, sambil membawa sejumlah bekal. Nanti di titik perjalanan tertentu lakukanlah istirahat sambil membuka dan memakan bekal yang di bawa bersama-sama. Hal ini akan menambah kedekatan emosional keluarga antara anak dengan orang tua atau antara kakak dengan adik.

Kegiatan ini akan lebih mengasyikan jika dilakukan di alam yang masih asri. Apalagi jika di sekitar rumah anda ada kali yang cukup bersih dan aman untuk dilakukan susur kali, maka cobalah untuk di agendakan kegiatan susur kali bersama anak-anak dan keluarga. Ketika melakukan susur kali, bekali diri dan anak-anak dengan alat-alat penangkap ikan seperti sair/jaring dan sebagainya, kalau ada hasil tangkapan bisa di masak bersama-sama di rumah. Walaupun akan terlihat sedikit konyol terutama bagi anda selaku orang tua tapi kagiatan seperti ini memerikan pengalaman dan pembelajaran yang menarik dan berkesan bagi putra/putri anda.

Memasak bersama

Ada kegiatan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia yang mencerminkan solidaritas dan keguyuban yaitu acara makan bersama. Dalam masyarakat Sunda, acara makan bersama itu sering disebut dengan botram, ada juga yang menyebut bancakan. Namun selain makan bersama, masyarakat Indonesia juga sering melakukan acara masak bersama, terutama ketika melakukan acara hajatan atau kendurian. Karena keseruan itu bukan hanya ketika makan saja tetapi ketika memasak makanan juga.

Dalam memasak libatkan putra/putri anda, misalkan dalam perencanaanya mereka dimintai saran terkait jenis masakan, ketika memasak mereka juga diberikan porsi untuk mengambil bagian dalam kegiatan memasak, entah itu memotong-motong, mencuci bahan makanan, atau ikut serta dalam proses memasaknya. Mungkin terjadi kekonyolan-kekonyolan yang di lakukan oleh putra/putri anda karena ketidak tahuanya dalam memasak, biarkanlah karena itu akan menjadi pelajaran tersendiri dan sekaligus menjadi keseruan tersendiri yang akan membangun kebersamaan di dalam keluarga.

Kalau memungkinkan tempatnya, memasak juga lebih menarik kalau dilakukan di luar ruangan. Bisa di halaman rumah, atau di kebun di dekat rumah, atau pergi ke kebun atau sawah yang agak jauh dari rumah, atau di kolam dekat rumah, dan lain sebagainya. Kalau musim kemarau anda tidak perlu membawa kompor untuk memasak, dengan sedikit ilmu survival anda bisa membuat tungku darurat dari batu-batu atau dari bamboo dan kayu dan memasak dengan bahan bakar berbagai ranting kayu dan bambu yang bisa dikumpulkan di sekitar kebun. Masak di luar rumah akan sangat terasa mengasyikan walaupun dilakukan dengan makanan sederhana dan peralatan sederhana.

Menonton Film Keluarga

Menononton film bisa menjadi alternative kegiatan di sela-sela liburan bersama keluarga. Meskipun cerita film bukan cerita sebenarnya dan sering kali di lebih-lebihkan sebagai bumbu penyedap agar menarik, tapi film bisa memiliki dampak positif bagi yang menontonya. Dengan menonton film bisa membangkitkan inspirasi tertentu, membangkitkan semangat, membangkitkan rasa persaudaraan dan lain sebagainya. Namun film juga bisa berdampak negative bagi penontonya, jika tidak selektif. Oleh karenanya pilihlah film-film menarik yang sarat dengan nilai moral yang cocok untuk ditonton bersama anak-anak.

Pilihlah waktu untuk menonton yang sesuai dengan semua angota keluarga, bisa di siang hari atau di malam hari. Jika di siang hari bisa dirangkaikan dengan kegiatan memasak dan makan bersama. Setelah acara makan-makan  bisa dilanjutkan dengan acara nonton bersama. Jika di malam hari, pertimbangkan kesehatan dengan tidak menonton terlalu malam. Besoknya sambil sarapan bersama tanyakan kepada putra/putri anda mengenai film yang ditonton semalam. Selain untuk mengetahui kesan mereka terahadap film tersebut, hal ini dapat mengutkan nilai-nilai positif yang di muat dalam film tersebut, sehingga terjadi penguatan penanaman nilai terhadap meraka.

Liburan Berbagi

            Liburan tidak mesti di isi dengan hal-hal yang sifatnya senang-senang dan hura-hura tanpa ada nilai yang dapat diraih. Berbagi pada sesama yang membutuhkan uluran bantuan juga bisa menjadi suatu kegiatan yang dapat memberikan kebahagiaan jika dilakukan. Sehingga selain aktifitas berlibur, kegiatan berbagi ini dapat menanamkan kepada anak-anak tentang nilai-nilai solidaritas, nilai-nilai keagamaan tentang penting dan manfaat sedekah.

            Anak anak bisa dilibatkan dengan meyisihkan sebagian harta benda yang dimilikinya. Bisa menyisihkan tabunganya, memberikan sebagian barang atau mainan yang dimilikinya, atau pakaian bekas layak pakai. Lalu lakukan rapat keluarga bersama anak-anak ke mana barang-barang tersebut akan disalurkan.

Untuk penyaluran barang-barang sebaiknya diutamakan masyarakat sekitar rumah. Namun jika masyarakat di sekitar rumah dianggap tidak ada yang layak menerima bantuan karena sudah dianggap berkecukupan, bisa diperluas jangkauanya ke kampung lain atau daerah-daerah lain yang kita ketahui terdapat warga yang kurang mampu.

Kegiatan memberi itu memunculkan kebahagiaan tersendiri bagi orang-orang yang melakukanya, bagitupun jika hal itu dilakukan oleh anak-anak. Anak-anak diajari menjadi manusia yang berbahagia jika memberi bukan hanya bahagia ketika menerima saja. Kebahagiaan biasanya akan membawa efek ketagihan sehingga diharapkan anak anak melakukan hal yang sama dan tidak ragu-ragu untuk memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan di kemudian hari.

Refleksi dan Persiapan Kembali ke Sekolah

Di akhir-akhir liburan bagi beberapa anak biasanya akan memunculkan keresahan tersendiri. Karena akan berakhirnya aktivitas santai dan membahagiakan akan segara beralih dengan kegiatan yang menyibukan dengan berbagai tugas dan kegiatan-kegiatan yang dianggap serius. Agar tidak terlalu kaget dengan suasana baru setelah liburan, sebaiknya ibu/bapak menyiapkan kegiatan yang sifatnya pemanasan bagi putra/putri anda sebelum memasuki hari-hari sekolah.

Kegiatan pemanasan itu bisa dalam bentuk merapikan peralatan belajar anak-anak dan merapikan tempat belajarnya. Kegiatan ini tentunya dilakukan oleh anak-anak sendiri, agar anak belajar tanggung jawab dalam menjaga barang-barang mereka sendiri. Selain itu bapak/ibu juga bisa berdiskusi dengan mereka tentang apa yang ingin mereka capai di semester mendatang, baik di bidang akademik maupun non akademik. Diskusi informal seperti ini secara tidak langsung akan memotivasi mereka untuk bersemangat belajar di semester yang baru akan dimasuki.

Menanyakan kepada mereka tentang hal-hal yang menyenangkan yang mereka alami di sekolah, juga dapat membangkitkan kembali ingatan mereka tentang hal-hal yang menyenangkan. Dengan demikian beraktifitas kembali di sekolah adalah kembali kepada aktivitas yang menyenangkan berikutnya setelah liburan. Dengan aktivitas pemanasan seperti ini diharapkan tidak muncul keresahan, dan meredam rasa enggan dari anak-anak untuk kembali ke sekolah.

Selain itu, tidak kalah penting adalah melakukan refleksi selama liburan. Di antara bentuk refleksi itu adalah dengan menuliskan aktivitas liburan di buku harian putra/putri anda. Bisa menulis dengan dipandu atau mereka menuliskan sendiri secara mandiri, tergantung usia putra/putri anda. Dengan kegiatan refleksi ini, nilai-nilai positif yang diperoleh selama liburan akan mendapatkan penguatan, sehingga memunculkan motivasi internal untuk memasuki kegiatan belajar yang baru dengan melakukan hal yang lebih baik lagi dari kemarin.

Hari libur tidak semata waktu untuk istirahat bagi anak-anak, hari libur adalah hari di mana sekolah mengembalikan proses pendidikan kepada keluarga untuk sementara. Sejatinya keluarga adalah tempat terjadinya sosialisasi dan penanaman nilai-nilai dasar yang berguna bagi seorang anak untuk menajalani kehidupanya. Dengan demikian hari libur adalah momentum bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai positif kepada anak tanpa menghilangkan esensi liburan, yaitu bersenang-senang melepas kepenatan terutama bagi anak-anak. [IPSE]

Kamis, 05 Desember 2024

Tanggun Jawab Dunia Pendidikan Di Alam Demokrasi

Ilustrasi keseimbangan kualitas pendidikan dengan kualitas demokrasi, gambar: Koleksi pribadi

Oleh:

Ipan Setiawan

    Baru saja bangsa Indonesia melaksanakan perhelatan demokrasi dengan diselenggarakanya pilkada di sejumlah daerah pada 27 November 2024 beberapa pekan yang lalu. Ada pihak yang kecewa, ada pihak yang bergembera mendapatkan hasilnya.  Pertanyaanya adalah pakah pemimpin yang dihasilkan akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat banyak, atau justru melahirkan kesengsaraan?. Hal itu tergantung pada kebijakan pemimpin yang terpilih, kualitas kebijakan tentunya tergantung pada kualitas pemimpin, kualitas pemimpin sebanding dengan kualitas masyarakatnya, dan kualitas masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan.

Pendidikan adalah pusat pengkaderan sebuah bangsa. Di bidang pendidikan ini estafet perjalanan sebuah bangsa dipastikan keberlanjutannya. Dengan kata lain, jika pendidikan sebuah bangsa tidak berjalan dengan baik maka keberlangsungan masa depan sebuah bangsa akan suram. Di dunia pendidikan inilah disiapkan orang-orang yang nantinya akan mengisi pos-pos untuk menggerakkan roda perkembangan sebuah bangsa. Menurut Tilaar (2000), “pendidikan berfungsi sebagai sarana strategis dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan menjadi modal dasar bagi pembangunan bangsa”.

Pendidikan yang berkualitas akan melahirkan pribadi-pribadi yang berkualitas. Pribadi-pribadi yang berkualitas akan melahirkan masyarakat yang berkualitas, dan masyarakat yang berkualitas akan melahirkan pemimpin yang berkualitas. Dalam sebuah kisah diceritakan pada satu waktu Imam Ali bin Abi Thalib pernah diprotes oleh rakyatnya terkait kepemimpinannya yang lebih buruk daripada pada masa kepemimpinan Khalifah-khalifah sebelumnya, yaitu Khalifah Umar dan Khalifah Utsman. Lalu Khalifah Ali Ra. dengan mudahnya menjawab, “Pada saat Umar dan Utsman menjadi Khalifah yang menjadi rakyatnya adalah orang-orang seperti aku. Sedangkan pada saat aku menjadi Khalifah yang menjadi rakyatnya adalah orang-orang seperti kamu.” Kisah ini memberikan sebuah gambaran bahwa kualitas pemimpin mencerminkan bagaimana kualitas rakyatnya. Jika kualitas pemimpin buruk maka masyarakat pun memiliki kualitas yang buruk. Sebaliknya, pemimpin yang baik menggambarkan bahwa kondisi masyarakat juga baik. Sebagaimana dikatakan oleh Santoso (2012), pemimpin adalah cerminan dari masyarakatnya; perubahan kualitas masyarakat akan berdampak langsung pada kualitas kepemimpinan.

Hal ini sangat logis, apalagi dalam sebuah masyarakat yang menganut paham demokrasi, terutama demokrasi langsung yang dianut oleh bangsa Indonesia. Karena penentuan pemimpin secara langsung ada di tangan masyarakat itu sendiri, maka siapapun pemimpin yang jadi menggambarkan bagaimana kualitas para pemilihnya.

Penyedia stok pemimpin bukanlah dunia pendidikan sebagaimana yang sering digembar-gemborkan saat ini bahwa pendidikan adalah penghasil calon-calon pemimpin masa depan bangsa. Penyedia stok pemimpin, sejatinya adalah masyarakat itu sendiri, karena pemimpin itu lahir di tengah-tengah masyarakat. Adapun dunia pendidikan perannya adalah memperbaiki masyarakat dan meningkatkan kualitasnya dengan menyebarkan dan menanamkan ilmu semasif mungkin di tengah-tengah masyarakat. Menurut Freire (1993), “pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang dapat meningkatkan kesadaran kritis masyarakat terhadap realitas sosialnya, sehingga mampu mengubah kondisi mereka menjadi lebih baik”. Jika level keilmuan dan level berpikir masyarakat mengalami peningkatan, maka kualitas masyarakat pun akan membaik. Jika kualitas masyarakat membaik, maka di tengah-tengah masyarakat yang berkualitas baiklah pemimpin-pemimpin yang baik akan muncul.

Umpama ada setumpuk kacang tanah yang dikumpulkan di atas satu nampan, jika kualitas kacang tanah tersebut berkualitas super semuanya, maka siapapun yang mengambil kacang tanah tersebut, pasti akan mendapatkan kacang tanah yang berkualitas. Dengan metode dan cara apapun orang mengambil kacang tanah tersebut, bahkan ketika mengambil sambil menutup mata sekalipun, pasti akan terambil kacang tanah yang berkualitas. Begitupun dengan msyarakat jika masyarakat terjdiri dari orang-orang yang memiliki kualitas yang baik, maka metode apapun yang dipakai dalam memunculkan pemimpin, apakah itu dengan deomkrasi perwakilan atau demokrasi langsung, atau bahkan tidak menggunakan cara-cara yang demokratis sekalipun, pada akhirnya akan memunculkan pemimpin yang berkualitas.

Masyarakat kita telah sepakat untuk menerapkan demokrasi langsung dalam memilih pemimpin, dari mulai pemilihan presiden, gubernur, sampai bupati dan wali kota, semuanya dipilih secara langsung oleh masyarakat, tidak dipilih oleh parlemen sebagaimana pada masa Orde Baru. Jika masyarkatnya berkualitas, proses demokrasi akan berkualitas. Pemilu tidak akan diwarnai oleh berbagai kecurangan, apakah itu serangan fajar, politik sembako, politik uang, transaksi suara, dan lain sebagainya.. Masyarakat yang berkualitas akan berfikir mendalam dan jauh ke depan, tidak hanya berfikir untuk saat ini, di sini, dan untuk perutnya sendiri. Mereka akan berfikir bagaimana masa depan dia dan generasinya, berifikir bagaiman orang lain di temapat yang lain, lebih jauh lagi bahkan berfikir bagaimana kehidupan setelah kematian

Demokrasi sejatinya adalah sistem politik yang diperuntukkan bagi masyarakat yang telah “dewasa”. Dewasa artinya memiliki kematangan fikiran dalam memutuskan sebuah tindakan, yang berbasis pada hikmah/ilmu dan kebijaksanaan. Bukan berdasarkan emosi dan pertimbangan-pertimbangan jangka pendek yang bersifat nafsu hewani saja. Hal ini selaras dengan pandangan Huntington (1991), yang menyatakan bahwa “stabilitas demokrasi memerlukan budaya politik yang matang, di mana warga negara dapat berpikir rasional, mendukung supremasi hukum, dan mampu mengendalikan dorongan emosional dalam pengambilan keputusan”.

Sistem demokrasi sangat menjunjung tinggi persamaan hak semua manusia, sehingga semua manusia dianggap sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Secara sosial, pandangan seperti ini tidak ada masalah, dan memang sepatutnya seperti itu. Tetapi ketika berkaitan dengan penentuan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pandangan seperti ini menjadi problematika tersendiri ketika masyarakatnya belum cukup “dewasa” untuk membuat putusan tersebut. Dahl (1989) menjelaskan bahwa “demokrasi menuntut adanya tingkat kompetensi tertentu dalam masyarakat agar keputusan yang diambil benar-benar mewakili kepentingan publik, bukan sekadar hasil dari ketidaktahuan atau manipulasi”.

Memilih pemimpin sebuah masyarakat, apakah itu di level kabupaten, provinsi, atau bahkan sebuah negara, adalah hajat besar yang akan menentukan masa depan kehidupan publik yang jumlahnya tidak sedikit. Jika keputusan itu benar maka maslahatnya sangat besar, tetapi jika keputusan itu salah maka keburukannya juga sangat besar, dan akan dirasakan dalam waktu yang cukup lama, paling tidak untuk lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Menurut Huntington (1991), “keberhasilan demokrasi tidak hanya bergantung pada mekanisme pemilu, tetapi juga pada kesiapan masyarakat dalam memahami konsekuensi dari pilihannya”.

Akan tetapi, tidak mungkin kita menggunakan sistem otoriter atau kembali menggunakan sistem demokrasi perwakilan, karena modalnya terlalu besar untuk merubah sebuah sistem. Sistem yang sudah ada memang sudah tepat, jika masyarakatnya sudah “dewasa.” Menurut Huntington (1991), “demokrasi membutuhkan prasyarat tertentu, termasuk tingkat pendidikan dan kesadaran politik yang memadai, agar dapat berfungsi dengan baik”. Maka dari itu, kita perlu melengkapi kekurangan dari sistem demokrasi langsung ini yaitu dengan meningkatkan level kualitas masyarakat. Di sinilah dunia pendidikan berperan penting, karena sejatinya pendidikan dilakukan adalah untuk meningkatkan kualitas masyarakat sehingga level berpikirnya meningkat, bukan sekedar menyiapkan para pekerja untuk memenuhi kebutuhan para pemodal di dalam dunia industrinya. Sebagaimana dikatakan oleh Tilaar (2000), “pendidikan memiliki peran strategis dalam membangun masyarakat yang kritis, kreatif, dan mampu menghadapi tantangan global”.

 

Daftar Pustaka

Dahl, R. A. (1989). Democracy and Its Critics. Yale University

PressFreire, P. (1993). Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum.

Huntington, S. P. (1991). The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century. Norman: University of Oklahoma Press.

Santoso, T. (2012). Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Perspektif Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Tilaar, H. A. R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.

Selasa, 05 November 2024

"Setan Kotak dan Setan Pipih" (sebuah opini)





Oleh:
 Ipan Setiawan 

      Saya percaya teori sosial yang menyatakan bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Walaupun unsur hereditas atau keturunan juga memiliki peran dalam pembentukan seseorang, tapi tetap lingkungan memiliki peran yang sangat besar. Ibarat benih yang baik jika ditanam di tanah yang buruk pasti hasilnya buruk, namun benih yang buruk jika ditanam di tanah yang bagus, dia akan tumbuh dengan bagus.

        Maka manusia pun adalah produk lingkunganya, terutama lingkungan di mana manusia tersebut secara intens menerima informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-harinya. Pada mulanya manusia menerima informasi dari orang tua, saudara, kerabat, teman yang hidup bersama, atau informasi tersebut diperoleh dari alam ketika manusia berinteraksi secara langsung dengan alam. Informasi-informasi tersebut membentuk pola fikir, dari pola fikir membentuk tindakan, tindakan yang dianggap benar dan sesuai akan terus dilakukan secara berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan, kebiasaan individu jika mendapatkan afirmasi dari lingkungan dan terjadi peniruan maka akan menjadi kebiasaan kolektif yang disebut adat istiadat.

        Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, informasi tidak hanya diperoleh dari alam atau lingkungan sosial secara langsung. Informasi bisa juga diperoleh manusia melalui media masa, baik media elektronik maupun media cetak. Teruntuk media elektronik di Indonesia pada mulanya hanya ada milik pemerintah, yang tentu kepentinganya adalah perbaikan masyarakat melalui jalur informasi. Namun belakangan muncullah media swasta yang kental dengan nuansa kapitalistik, karena disokong oleh para pemodal yang tentu saja motif utamanya adalah memperoleh keuntungan. Maka jenis konten media menjadi tidak terlalu penting, karena yang terpenting adalah konten tersebut memiliki rating tinggi, apapun jenis kontenya. Tujuanya untuk menarik para pemasang iklan yang menjadi sumber dari pundi-pundi keuntungan perusahaan. Di sinilah media masa terutama TV mulai ugal-ugalan menayangkan berbagai tayangan tanpa mempertimbangkan bagaimana dampak buruknya terhadap pola fikir dan prilaku masyarakat.

        Munculah keresahan beberapa pihak yang sangat peduli dengan kualitas masyarakat dan kualitas pendidikan anak-anak.  Keresahan itu bisa kita tangkap dari beberapa wacana yang beredar di masyarakat seperti "Anaku dididik Naruto", Anaku dididik Doraemon" dan lain-lain. Istilah-istilah ini adalah ungkapan sinisme beberapa pihak yang peduli dengan pendidikan atas efek merusak media masa terutama televisi. Bahkan ada yang memberikan televisi dengan istilah yang cukup mengerikan yaitu "kotak setan", karena dampaknya yang luar biasa merusak masyarakat khususnya kalangan usia sekolah. Namun belum lagi usai dengan permasalahan televisi, masyarakat kemudian dihadapkan pada sesuatu yang jauh lebih gila dan jauh lebih merusak daripada televisi, yaitu smartphone. 

        Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi seperti bola salju yang terus menggelinding, semakin hari, semakin jauh, semakin besar, dan semakin cepat. Setiap teknologi selalu memiliki dua sisi. Satu sisi memberikan kemanfaatan bagi manusia, namun sisi yang lain teknologi seringkali memiliki sisi gelap yang merusak tatanan sebuah masyarakat. Hal ini terjadi jika ada kesenjangan antara budaya materi (perkembangan teknologi), dengan budaya non-materi, yaitu kesipan mental masyarakat dalam menerima kehadiran teknologi. Jika terjadi kesenjangan budaya materi dengan budaya non-materi, maka masyarakat akan mengalami gegar budaya atau kekagetan budaya, gegar budaya diindakasikan dengan munculnya perilaku-perilaku masyarakat yang tidak diharapkan ketika berinteraksi dengan teknologi.

        Masyarakat Indonesia pada umumnya dapat dikatakan belum siap menerima laju perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bergulir dengan sangat cepat. Karena perangkat-perangkat mental yang harus dimiliki sebagai prasarat kemajuan teknologi masih sangat rendah. Seperti tingkat literasi dan numerasi yang sangat rendah, tingkat IQ yang sangat rendah, dan lain sebagainya. Sedangkan laju teknologi ibarat juggernaut, sebuah istilah yang diambil oleh Antony Giddens untuk menggambarkan kendaraan raksasa yang sulit dihentikan dan menggilas siapa saja yang dilewatinya. Sehingga Cultural Shock sulit dihindari, karena siap tidak siap masyarakat harus memasuki era baru yaitu era masyarakat digital.

           indikasi kekagetan budaya masyarakat Indonesia ini tersuguhkan dalam berbagai perilaku negatif para netizen (masyarakat pengguna internet) Indonesia di dunia maya. Indonesia terkenal memiliki netizen yang julid dan tidak sopan di dunia, pengakses situs mesum, pelaku judi online terbesar di dunia untuk kriteria pelajar, bahkan masyarakat Indonesia adalah pemegang HP terlama di dunia, yaitu selama enam jam per hari. Kenapa memegang HP lama diindikasikan buruk? Karena berkaitan dengan produktivitas seseorang, dengan asumsi semakin lama seseorang memegang HP semakin tidak produktif orang tersebut.

         Parahnya fenomena cultural shock ini justru terjadi di kalangan remaja yang notabene masih berada di usia belajar. Dan penggunaan HP di kalangan pelajar seolah mendapatkan dukungan dari institusi pendidikan dengan menjadikanya salah satu alat yang digunakan dalam pembelajaran. Hal ini semakin mendapatkan momentumnya ketika terjadi wabah COVID 19, yang memaksa sekolah untuk menyelenggarkan pendidikan secara daring atau online. Seolah telah menemukan metode pembelajaran baru yang lebih mutakhir, metode pembelajaran menggunakan HP pun terus dilakukan bahkan setelah wabah COVID 19 dinyatakan sudah selesai. 

            Pengguanaan HP di sekolah yang sebelum COVID dibatasi, pasca covid tidak lagi. Penggunaan HP oleh para siswa di sekolah bahkan di ruang kelas menjadi hal yang biasaja saja. Bolehnya siswa menggunakan HP di lingkungan sekolah, pada mulanya adalah atas dasar pertimbangan bahwa HP dapat menunjang pembelajaran dengan mengakomodasi teknologi berbasis digital. Tetapi alih-alaih menunjang proses pembelajaran, HP justru lebih banyak digunakan oleh siswa untuk mengakses berbagai sarana hiburan, dari mulai game, tik-tok youtube dan lain sebagainya.

            Dahulu ketika acara-acara hiburan di televisi menjadi tren di kalangan para penggunanya, hal itu saja sudah menjadi keresahan tersendiri bagi beberapa kalangan terutama para pendidik dan orang tua. Padahal aksesnya terbatas dan tidak portable. Sedangkan HP bisa dipegang oleh setiap orang, bisa di bawa ke mana saja, bisa mengakses apa saja, bahkan bisa memproduksi konten apa saja baik konten hiburan ataupun konten informasi, dengan proses produksi asal asalan. Meskipun HP memiliki kemampuan mengerikan dalam merekayasa fikiran melebihi dari televisi, nasib HP lebih "mujur" dari televisi, karena HP keberadaanya bisa diakomodir di dalam dunia pendidikan, sebagai salah satu sarana penunjang pendidikan.

        Padahal sebagaimana yang sudah disebutkan di awal-awal tulisan ini, bahwa pola fikir manusia dibentuk oleh informasi-informasi yang dia terima. Berbagai informasi yang diterima pelajar dari HP, apalagi dalam proses penggunaan HP yang tanpa bimbingan guru tentu lebih cenderung berdampak buruk daripada menuai manfaatnya. Siswa menjadi sulit fokus, fokus siswa teralihkan dari pelajaran ke berbagai macam hiburan, akhirnya pembelajaran menjadi tidak efektif. Selain itu peran guru sebagai "ing ngarso sung tulodo" atau peran keteladanan guru menjadi tidak efektif. Karena siswa akan lebih meniru model-model perilaku yang secara sadar atau tidak telah diinstalkan ke dalam dirinya melalui berbagai tayangan hiburan yang mereka tonton di HP.

        Maka dari itu keberadaan HP di sekolah, apakah itu dengan alasan mengadopsi kemajuan teknologi dalam pembelajaran atau karena alasan yang lain perlu untuk dikaji ulang. Mungkin ada baiknya kita menerapkan pola pembelajaran masa lalu yang tidak terlalu mengandalkan teknologi atau alat. Kalaupun harus menggunakan teknologi termasuk HP, sebaiknya dipertimbangkan berbagai kemungkinan buruknya dan dipertimbangkan pula cara mengantisipasi kemungkinan buruk itu dengan berbagai perangkat sistem di sekolah termasuk regulasi atau aturan yang jelas dan tegas yang mampu difahami dan dijalankan semua warga sekolah. Juga sekolah perlu memikirkan berbagai kegiatan alternatif bagi siswa, untuk mengalihkan kemelekatan dirinya dengan HP.

 Mau komentar atau berdiskusi silahkan di kolom komentar ya !




Sabtu, 17 Agustus 2024

EMILE DURKHEIM

  



Pendahuluan

Émile Durkheim, yang memiliki nama lengkap David Émile Durkheim, lahir pada tanggal 15 April 1858 di Épinal, sebuah kota kecil di wilayah Lorraine, Prancis. Ia dikenal luas sebagai salah satu pendiri utama sosiologi modern dan sering disebut sebagai "Bapak Sosiologi". Durkheim memainkan peran krusial dalam mengangkat sosiologi sebagai disiplin akademis yang mandiri, terpisah dari filsafat dan psikologi. Melalui karya-karyanya, ia menetapkan dasar metodologis dan teoretis yang memungkinkan studi tentang masyarakat menjadi sebuah ilmu yang sistematis dan empiris.

Durkheim sangat tertarik pada bagaimana masyarakat mempertahankan kohesi dan keteraturan di tengah perubahan yang cepat, terutama selama masa transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Ia memperkenalkan konsep-konsep kunci seperti "fakta sosial" dan "anomie", yang hingga kini masih menjadi landasan dalam studi sosiologi. Karya-karyanya tidak hanya mempengaruhi sosiologi tetapi juga berdampak besar pada ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti antropologi, ilmu politik, dan ekonomi.

Dengan fokusnya pada pentingnya struktur sosial dan norma-norma kolektif, Durkheim memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana individu berhubungan dengan masyarakat, serta bagaimana nilai-nilai dan keyakinan bersama memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan sosial. Hingga hari ini, Émile Durkheim tetap dihormati sebagai salah satu pemikir terbesar dalam sejarah ilmu sosial, dan pemikirannya terus menjadi sumber inspirasi bagi para akademisi dan peneliti di seluruh dunia.

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Émile Durkheim lahir dalam sebuah keluarga Yahudi yang taat di Épinal, Lorraine, Prancis. Ayahnya, Moïse Durkheim, adalah seorang rabi terkemuka yang diharapkan untuk meneruskan tradisi keagamaan keluarganya. Namun, meskipun Durkheim menerima pendidikan agama yang ketat di masa kecilnya dan sempat dipersiapkan untuk menjadi rabi, ia kemudian memilih jalur yang berbeda, yakni akademis dan intelektual, yang akhirnya membawanya menjauh dari keyakinan agama keluarganya.

Pendidikan awal Durkheim berlangsung di sekolah lokal di Épinal, di mana ia menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Ketertarikannya pada studi mendalam tentang masyarakat dan pemikiran filosofis semakin berkembang selama masa-masa ini. Durkheim kemudian diterima di Lycée Louis-le-Grand di Paris, salah satu sekolah menengah terkemuka di Prancis. Di sini, ia memperoleh pendidikan yang lebih luas, termasuk dalam bidang sastra, sejarah, dan filsafat, yang sangat mempengaruhi pandangannya tentang dunia.

Keputusan besar dalam hidup Durkheim datang ketika ia diterima di École Normale Supérieure, sebuah institusi pendidikan tinggi yang bergengsi di Paris, pada tahun 1879. École Normale Supérieure adalah tempat di mana banyak intelektual Prancis terkemuka, termasuk filsuf-filsuf seperti Jean-Paul Sartre dan Henri Bergson, menimba ilmu. Di sini, Durkheim memperdalam pengetahuannya dalam bidang filsafat, tetapi juga mulai mengembangkan minat yang kuat dalam sosiologi, sebuah bidang yang pada saat itu masih berada di tahap awal perkembangannya.

Selama masa studinya di École Normale Supérieure, Durkheim berinteraksi dengan banyak pemikir dan akademisi terkemuka, yang memperkaya pemikirannya dan membentuk dasar bagi karya-karyanya di kemudian hari. Ia terpengaruh oleh pemikiran filsuf seperti Auguste Comte, yang juga dikenal sebagai salah satu pendiri sosiologi, dan Herbert Spencer, yang ide-idenya tentang evolusi sosial menarik perhatian Durkheim meskipun ia kemudian mengembangkan pandangannya sendiri yang berbeda.

Pendidikan di École Normale Supérieure juga memberikan Durkheim kesempatan untuk menjelajahi berbagai bidang ilmu pengetahuan, yang kemudian tercermin dalam pendekatan interdisipliner yang ia gunakan dalam karyanya. Latar belakang pendidikan yang kuat dalam filsafat memberinya alat untuk mengembangkan teori-teori sosiologis yang tidak hanya mendalam secara intelektual tetapi juga relevan secara praktis dalam memahami masyarakat modern.

Setelah menyelesaikan studinya, Durkheim menghabiskan beberapa waktu mengajar di sekolah-sekolah menengah, di mana ia mulai mengembangkan ide-ide awalnya tentang sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang sistematis. Pengalaman mengajarnya memberikan perspektif praktis yang memperkuat komitmennya untuk menjadikan sosiologi sebagai disiplin akademis yang terhormat dan terpisah dari filsafat, psikologi, dan ilmu-ilmu lainnya. Perjalanan akademis dan intelektual Durkheim selama masa pendidikan ini membentuk fondasi dari kontribusinya yang berharga dalam dunia sosiologi di tahun-tahun berikutnya.

Karier Akademis

Karier akademis Émile Durkheim dimulai dengan tugas mengajar di berbagai sekolah menengah di Prancis setelah menyelesaikan studinya di École Normale Supérieure. Selama periode ini, Durkheim mulai merumuskan ide-idenya tentang sosiologi sebagai disiplin ilmiah yang terpisah. Meskipun ia awalnya mengajar filsafat, minatnya yang mendalam pada fenomena sosial membuatnya mulai mengeksplorasi dan mengembangkan konsep-konsep yang kelak menjadi landasan teori sosiologisnya.

Pada tahun 1887, Durkheim menerima penunjukan sebagai dosen di Universitas Bordeaux. Ini merupakan momen penting dalam kariernya karena di sinilah ia mendapatkan platform yang lebih besar untuk mengembangkan dan mempromosikan sosiologi. Di Bordeaux, Durkheim mengajar kursus-kursus yang mencakup berbagai topik sosial, dan ia mendirikan kursus sosiologi pertama di Prancis. Universitas Bordeaux menjadi pusat pengajaran sosiologi di Prancis, dan Durkheim dikenal sebagai pelopor dalam membentuk dan mengembangkan kurikulum yang menyeluruh dalam bidang ini.

Di Universitas Bordeaux, Durkheim juga mulai menulis karya-karya pentingnya. Pada tahun 1893, ia menerbitkan "The Division of Labor in Society" (Pembagian Kerja dalam Masyarakat), yang memperkenalkan konsep solidaritas mekanik dan organik serta mengeksplorasi bagaimana perubahan dalam pembagian kerja mempengaruhi keteraturan sosial. Buku ini menjadikan Durkheim sebagai tokoh terkemuka dalam dunia akademis, dan karyanya ini mendapatkan pengakuan luas di kalangan ilmuwan sosial.

Durkheim melanjutkan eksplorasi akademisnya dengan menerbitkan "The Rules of Sociological Method" (Aturan Metode Sosiologis) pada tahun 1895. Karya ini merupakan upaya penting untuk mendefinisikan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang otonom dengan metode penelitian yang jelas dan spesifik. Dalam buku ini, ia menekankan pentingnya memahami "fakta sosial" sebagai objek utama studi sosiologi dan bagaimana pendekatan ilmiah dapat diterapkan untuk menganalisis fenomena sosial. Buku ini membantu memposisikan sosiologi sebagai disiplin yang terstruktur dan terorganisir, berbeda dari ilmu-ilmu sosial lainnya.

Pada tahun 1897, Durkheim menerbitkan karya monumentalnya "Suicide" (Bunuh Diri), yang merupakan studi pertama yang komprehensif tentang fenomena bunuh diri dari perspektif sosiologis. Dalam penelitian ini, Durkheim menunjukkan bahwa bunuh diri bukan hanya masalah individu, tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti integrasi dan regulasi sosial. Dengan menggunakan data statistik, ia mengidentifikasi empat jenis bunuh diri – egoistik, altruistik, anomik, dan fatalistik – dan menjelaskan bagaimana masing-masing terkait dengan kondisi sosial tertentu. Penelitian ini tidak hanya memperdalam pemahaman tentang perilaku bunuh diri, tetapi juga memperkuat argumen Durkheim bahwa fenomena sosial dapat dianalisis secara ilmiah.

Puncak karier akademis Durkheim datang pada tahun 1902 ketika ia diangkat menjadi profesor di Universitas Sorbonne di Paris, salah satu universitas paling bergengsi di Eropa. Di Sorbonne, Durkheim tidak hanya melanjutkan pekerjaannya dalam mengembangkan sosiologi, tetapi juga memperluas pengaruhnya dalam dunia akademis Prancis. Ia memperkenalkan program studi yang lebih formal dalam sosiologi dan memperjuangkan pengakuan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang setara dengan ilmu-ilmu lain seperti filsafat dan sejarah.

Di Sorbonne, Durkheim juga memainkan peran penting dalam mendidik generasi baru sosiolog yang kemudian menjadi penerus pemikirannya. Ia mendirikan jurnal akademis "L'Année Sociologique" pada tahun 1898, yang menjadi platform utama untuk publikasi penelitian sosiologis di Prancis dan menjadi wadah bagi perkembangan teori-teori baru dalam sosiologi.

Salah satu karya terakhir Durkheim yang diterbitkan selama masa jabatannya di Sorbonne adalah "The Elementary Forms of Religious Life" (Bentuk-Bentuk Elementer Kehidupan Religius) pada tahun 1912. Buku ini merupakan studi mendalam tentang agama dan peranannya dalam kehidupan sosial. Durkheim berpendapat bahwa agama merupakan cerminan dari masyarakat itu sendiri dan bahwa ritual-ritual keagamaan membantu memperkuat solidaritas sosial. Karya ini menunjukkan kedalaman analisis Durkheim tentang hubungan antara keyakinan religius dan struktur sosial, dan menjadi salah satu kontribusi terpentingnya dalam memahami dinamika sosial.

Selama karier akademisnya, Durkheim tidak hanya berperan sebagai pengajar dan peneliti, tetapi juga sebagai seorang pembaharu yang merumuskan kembali cara pandang terhadap masyarakat. Melalui karyanya, ia berhasil mengangkat sosiologi dari sekadar bidang studi marginal menjadi salah satu disiplin akademis yang dihormati dan diakui secara luas. Hingga hari ini, pengaruh Durkheim masih sangat terasa dalam studi sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya

Karya-Karya Utama

Émile Durkheim dikenal karena kontribusi pentingnya dalam membentuk dasar-dasar sosiologi sebagai disiplin ilmiah yang independen. Melalui karya-karyanya yang inovatif, ia memperkenalkan konsep-konsep kunci yang masih menjadi landasan dalam studi sosiologi hingga saat ini. Berikut adalah beberapa karya utama Durkheim yang sangat berpengaruh:

  1. "The Division of Labor in Society" (1893)

    • Konsep Solidaritas Mekanik dan Organik: Dalam karya ini, Durkheim memperkenalkan konsep solidaritas mekanik dan organik sebagai dua jenis kohesi sosial yang berbeda dalam masyarakat. Solidaritas mekanik ditemukan dalam masyarakat tradisional yang homogen, di mana individu memiliki nilai dan kepercayaan yang serupa, serta terlibat dalam aktivitas yang serupa. Di sisi lain, solidaritas organik terjadi dalam masyarakat modern yang kompleks dan heterogen, di mana pembagian kerja yang rumit menciptakan ketergantungan antarindividu yang berbeda-beda fungsinya. Buku ini menggambarkan bagaimana transisi dari solidaritas mekanik ke solidaritas organik mencerminkan evolusi masyarakat dari bentuk tradisional ke bentuk modern.
    • Dampak pada Teori Sosial: Karya ini sangat berpengaruh dalam memahami bagaimana perubahan dalam struktur ekonomi dan pembagian kerja mempengaruhi kehidupan sosial. Durkheim menunjukkan bahwa pembagian kerja bukan hanya fenomena ekonomi, tetapi juga fenomena sosial yang mempengaruhi integrasi sosial dan kestabilan masyarakat.
  2. "The Rules of Sociological Method" (1895)

    • Pendefinisian Fakta Sosial: Dalam buku ini, Durkheim memperkenalkan konsep "fakta sosial", yang ia definisikan sebagai cara bertindak, berpikir, dan merasakan yang ada di luar individu dan memaksa mereka. Fakta sosial mencakup segala sesuatu yang membentuk kehidupan kolektif, seperti norma, nilai, adat istiadat, dan hukum. Durkheim menegaskan bahwa fakta sosial harus dipelajari dengan metode ilmiah, seperti halnya objek-objek alam.
    • Pendekatan Ilmiah dalam Sosiologi: "The Rules of Sociological Method" berupaya memisahkan sosiologi dari filsafat dan menetapkannya sebagai disiplin yang ilmiah. Durkheim berpendapat bahwa sosiologi harus menggunakan metode empiris dan sistematis untuk memahami masyarakat. Buku ini menjadi pedoman penting bagi sosiolog dalam melakukan penelitian dan analisis sosial, dan menetapkan standar untuk studi sosiologi yang lebih objektif dan terstruktur.
  3. "Suicide" (1897)

    • Studi tentang Bunuh Diri sebagai Fenomena Sosial: Dalam karya ini, Durkheim mengkaji bunuh diri bukan sebagai tindakan individu semata, tetapi sebagai fenomena yang dipengaruhi oleh kondisi sosial. Ia mengidentifikasi empat jenis bunuh diri: egoistik, altruistik, anomik, dan fatalistik, yang masing-masing berkaitan dengan berbagai tingkat integrasi dan regulasi sosial dalam masyarakat. Misalnya, bunuh diri egoistik terjadi ketika individu merasa terisolasi dari kelompok sosial, sementara bunuh diri anomik terjadi ketika norma sosial tidak lagi memberikan pedoman yang jelas dalam situasi perubahan sosial yang cepat.
    • Penggunaan Data Statistik: "Suicide" adalah salah satu studi pertama yang menggunakan data statistik secara ekstensif untuk menganalisis fenomena sosial. Durkheim menunjukkan bahwa tingkat bunuh diri dapat bervariasi berdasarkan faktor-faktor seperti agama, status perkawinan, dan kondisi ekonomi, yang semuanya mencerminkan hubungan antara individu dan masyarakat. Buku ini memperkuat argumen bahwa fenomena sosial dapat diukur dan dianalisis secara ilmiah, serta memperluas pemahaman tentang dampak kondisi sosial terhadap perilaku individu.
  4. "The Elementary Forms of Religious Life" (1912)

    • Analisis Agama dalam Kehidupan Sosial: Dalam karya ini, Durkheim mengeksplorasi peran agama dalam kehidupan sosial dengan menganalisis agama-agama sederhana, khususnya agama suku Aborigin di Australia. Ia berpendapat bahwa agama adalah cerminan dari masyarakat itu sendiri, dan bahwa praktik-praktik keagamaan membantu memperkuat solidaritas sosial. Durkheim mengidentifikasi elemen-elemen dasar agama, seperti totemisme, sebagai simbol dari masyarakat dan kekuatan kolektif yang mengikat individu bersama.
    • Konsep Sakral dan Profan: Salah satu kontribusi penting dari buku ini adalah pemisahan antara hal-hal yang sakral dan yang profan. Durkheim berargumen bahwa perbedaan ini adalah dasar dari semua agama, di mana hal-hal sakral dianggap suci dan terpisah dari kehidupan sehari-hari yang biasa (profan). Agama, melalui ritus dan simbolnya, memainkan peran sentral dalam menciptakan dan memelihara kohesi sosial dengan memberikan makna kolektif dan identitas bersama kepada anggota masyarakat.
    • Dampak terhadap Studi Agama dan Antropologi: "The Elementary Forms of Religious Life" tidak hanya memberikan kontribusi besar dalam sosiologi, tetapi juga dalam antropologi dan studi agama. Analisis Durkheim tentang agama sebagai fenomena sosial yang terstruktur membuka jalan bagi studi lanjutan tentang bagaimana sistem kepercayaan dan praktik keagamaan mempengaruhi struktur dan dinamika sosial dalam berbagai budaya.

Melalui karya-karya utamanya, Émile Durkheim berhasil menetapkan landasan yang kuat untuk sosiologi sebagai ilmu sosial yang empiris dan sistematis. Ia menunjukkan bahwa fenomena sosial dapat dipelajari dengan metode ilmiah dan bahwa struktur sosial memiliki pengaruh yang mendalam terhadap perilaku individu. Konsep-konsep seperti solidaritas, fakta sosial, anomie, dan peran agama dalam kehidupan sosial, yang diperkenalkan dalam karya-karyanya, tetap relevan dan berpengaruh hingga hari ini. Durkheim telah memberikan warisan intelektual yang mendalam yang terus membentuk dan memperkaya studi sosiologi modern.

Kontribusi dan Pengaruh

Émile Durkheim adalah salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah sosiologi dan ilmu sosial secara umum. Melalui karya-karyanya yang mendalam dan inovatif, Durkheim tidak hanya membantu mendirikan sosiologi sebagai disiplin akademis yang mandiri, tetapi juga memperkenalkan konsep-konsep dan pendekatan-pendekatan yang telah menjadi pilar dalam studi masyarakat. Pengaruhnya meluas jauh melampaui batasan akademis, dan karyanya terus memengaruhi berbagai bidang ilmu pengetahuan hingga saat ini.

  1. Pengaruh dalam Pembentukan Sosiologi sebagai Disiplin Akademis

    • Sosiologi sebagai Ilmu yang Mandiri: Salah satu kontribusi terbesar Durkheim adalah perannya dalam memisahkan sosiologi dari filsafat dan menjadikannya disiplin yang mandiri dengan metodologi dan objek kajian yang jelas. Sebelum Durkheim, studi tentang masyarakat sering kali bercampur dengan filsafat moral atau politik. Durkheim berpendapat bahwa masyarakat harus dipelajari dengan cara yang sama seperti alam dipelajari dalam ilmu pengetahuan alam, yakni melalui observasi empiris dan analisis yang sistematis. Pandangannya ini membantu mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu sosial yang dapat berdiri sendiri dan memiliki metode penelitian yang spesifik.
    • Pendekatan Empiris dan Metodologi Ilmiah: Durkheim juga menekankan pentingnya pendekatan empiris dalam sosiologi. Ia mengembangkan konsep "fakta sosial" sebagai objek kajian utama dalam sosiologi, yang mencakup norma, nilai, hukum, dan struktur sosial yang ada di luar individu tetapi memengaruhi perilaku mereka. Dengan pendekatan ini, Durkheim mendorong sosiolog untuk menggunakan data empiris dan metode statistik untuk memahami fenomena sosial. Pendekatannya ini membuka jalan bagi penelitian sosial yang lebih objektif dan sistematis, dan menjadi standar dalam studi sosiologi modern.
  2. Konsep-Konsep Utama yang Berpengaruh

    • Fakta Sosial: Durkheim memperkenalkan konsep "fakta sosial" sebagai dasar dari seluruh studi sosiologi. Fakta sosial adalah cara-cara bertindak, berpikir, dan merasa yang ada di luar individu dan memiliki kekuatan memaksa yang mempengaruhi mereka. Contoh dari fakta sosial termasuk norma sosial, hukum, adat istiadat, dan institusi sosial. Dengan memfokuskan studi sosiologi pada fakta sosial, Durkheim menekankan pentingnya memahami struktur sosial dan bagaimana struktur ini membentuk perilaku individu. Konsep ini telah menjadi salah satu ide pokok dalam sosiologi, yang digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena sosial mulai dari hukum dan moralitas hingga stratifikasi sosial dan perubahan sosial.
    • Anomie: Salah satu kontribusi Durkheim yang paling terkenal adalah konsep anomie, yang ia perkenalkan dalam karya-karyanya tentang pembagian kerja dan bunuh diri. Anomie menggambarkan keadaan ketidakstabilan sosial yang terjadi ketika norma-norma sosial tidak lagi memberikan pedoman yang jelas bagi perilaku individu, sering kali sebagai akibat dari perubahan sosial yang cepat. Dalam masyarakat modern yang kompleks, Durkheim melihat bahwa anomie bisa muncul ketika struktur tradisional terguncang, menyebabkan perasaan keterasingan dan kebingungan di kalangan individu. Konsep anomie telah digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena sosial, termasuk krisis ekonomi, disintegrasi komunitas, dan peningkatan tingkat kejahatan dan bunuh diri.
    • Solidaritas Mekanik dan Organik: Dalam karyanya "The Division of Labor in Society," Durkheim membedakan antara dua bentuk solidaritas sosial: mekanik dan organik. Solidaritas mekanik terjadi dalam masyarakat sederhana di mana individu memiliki kesamaan nilai dan kepercayaan serta keterlibatan dalam aktivitas yang serupa. Solidaritas ini didasarkan pada homogenitas dan kolektivitas. Sebaliknya, solidaritas organik terjadi dalam masyarakat kompleks di mana pembagian kerja yang terperinci menciptakan ketergantungan antarindividu yang memiliki fungsi yang berbeda-beda. Solidaritas ini didasarkan pada diferensiasi dan interdependensi. Dengan konsep ini, Durkheim menjelaskan bagaimana masyarakat dapat tetap kohesif meskipun terjadi diferensiasi sosial yang signifikan, dan bagaimana transisi dari solidaritas mekanik ke organik mencerminkan evolusi masyarakat dari tradisional ke modern.
  3. Pengaruh terhadap Ilmu Sosial dan Disiplin Lainnya

    • Antropologi dan Studi Agama: Pengaruh Durkheim tidak terbatas pada sosiologi. Karyanya tentang agama, terutama "The Elementary Forms of Religious Life," telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap antropologi dan studi agama. Durkheim menganalisis peran agama sebagai institusi sosial yang membantu memperkuat solidaritas sosial melalui praktik-praktik keagamaan dan ritual. Ia berargumen bahwa agama adalah cerminan dari masyarakat itu sendiri, dan bahwa kepercayaan-kepercayaan religius memainkan peran penting dalam memelihara keteraturan sosial. Pandangan Durkheim tentang agama sebagai fenomena sosial yang terstruktur telah mempengaruhi studi agama dan antropologi budaya, dan terus digunakan untuk memahami peran agama dalam masyarakat kontemporer.
    • Ilmu Politik dan Ekonomi: Konsep-konsep Durkheim tentang anomie dan regulasi sosial juga memiliki dampak yang signifikan dalam ilmu politik dan ekonomi. Pemikirannya tentang bagaimana ketidakstabilan sosial dapat muncul sebagai akibat dari perubahan ekonomi yang cepat telah digunakan untuk menganalisis krisis politik dan ekonomi di berbagai negara. Selain itu, ide-ide Durkheim tentang pembagian kerja dan interdependensi sosial memberikan wawasan tentang bagaimana struktur ekonomi dapat mempengaruhi integrasi sosial dan kestabilan politik. Banyak teori-teori dalam ilmu politik dan ekonomi yang mengacu pada pemikiran Durkheim untuk memahami hubungan antara struktur sosial dan dinamika politik-ekonomi.
    • Kriminologi dan Psikologi Sosial: Karya Durkheim tentang bunuh diri juga telah memberikan kontribusi penting bagi kriminologi dan psikologi sosial. Konsep anomie dan studi Durkheim tentang bagaimana kondisi sosial mempengaruhi perilaku individu telah digunakan untuk memahami penyebab kriminalitas dan perilaku menyimpang. Durkheim menunjukkan bahwa perilaku yang tampaknya bersifat individual, seperti bunuh diri, sering kali memiliki akar dalam kondisi sosial yang lebih luas. Pendekatan ini telah menginspirasi penelitian lanjutan tentang bagaimana faktor-faktor sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketidaksetaraan, dapat mempengaruhi kesehatan mental dan perilaku kriminal.
  4. Warisan Intelektual dan Relevansi Kontemporer

    • Generasi Penerus dan Pengaruh Abadi: Durkheim tidak hanya mempengaruhi sosiologi dan ilmu sosial selama hidupnya, tetapi juga mendidik generasi baru sosiolog yang kemudian melanjutkan dan mengembangkan pemikirannya. Murid-muridnya, seperti Marcel Mauss, Maurice Halbwachs, dan Lucien Lévy-Bruhl, menjadi tokoh penting dalam pengembangan sosiologi dan antropologi di Prancis dan di seluruh dunia. Melalui mereka, ide-ide Durkheim terus berkembang dan diadaptasi untuk menjawab tantangan-tantangan sosial yang baru.
    • Relevansi dalam Konteks Modern: Konsep-konsep Durkheim tetap sangat relevan dalam konteks masyarakat modern. Dalam dunia yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat, masalah-masalah seperti anomie, disintegrasi sosial, dan perubahan nilai-nilai tetap menjadi topik utama dalam studi sosiologi. Misalnya, krisis ekonomi global, meningkatnya ketidaksetaraan sosial, dan perubahan budaya yang cepat telah menimbulkan tantangan bagi keteraturan sosial, yang semuanya dapat dianalisis melalui kerangka teori Durkheim. Selain itu, penelitian tentang agama, kohesi sosial, dan regulasi sosial terus menggunakan wawasan Durkheim untuk memahami dinamika dalam masyarakat kontemporer.

Dengan segala kontribusi dan pengaruhnya, Émile Durkheim tetap dihormati sebagai salah satu pemikir terbesar dalam sejarah ilmu sosial. Ia tidak hanya memberikan alat-alat konseptual yang kuat untuk memahami masyarakat, tetapi juga meletakkan dasar bagi sosiologi sebagai disiplin yang ilmiah dan sistematis. Pengaruh Durkheim tidak hanya bertahan hingga hari ini, tetapi juga terus tumbuh, dengan pemikirannya yang terus menjadi sumber inspirasi bagi penelitian dan diskusi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Akhir Hayat Émile Durkheim

Menjelang akhir hayatnya, Émile Durkheim mengalami berbagai tantangan pribadi dan profesional yang menandai tahun-tahun terakhir hidupnya. Meskipun tetap produktif sebagai akademisi, pengaruh dari beberapa peristiwa besar dalam hidupnya mulai terasa, baik dari segi kesehatan maupun emosional.

  1. Kehilangan Putranya dalam Perang Dunia I

    • Salah satu peristiwa paling tragis yang berdampak mendalam pada Durkheim adalah kematian putranya, André Durkheim, pada Perang Dunia I. André gugur di medan perang pada tahun 1915, sebuah kehilangan yang menghancurkan hati Durkheim dan mempercepat kemerosotan kesehatannya. Durkheim, yang telah mendedikasikan hidupnya untuk studi tentang masyarakat, harus menghadapi kenyataan pahit dari kehancuran yang disebabkan oleh perang, sesuatu yang sangat bertentangan dengan upayanya untuk memahami dan mempromosikan kohesi sosial. Kematian putranya menjadi pukulan berat bagi Durkheim, yang sudah berada di bawah tekanan besar akibat perang.
  2. Dampak Perang Dunia I terhadap Durkheim

    • Perang Dunia I juga mempengaruhi Durkheim secara profesional. Sebagai seorang intelektual yang sangat peduli dengan nasib masyarakat, ia sangat terguncang oleh dampak destruktif dari perang terhadap kohesi sosial dan tatanan masyarakat. Perang tersebut tidak hanya merusak struktur sosial yang telah dia pelajari dan coba pahami sepanjang hidupnya, tetapi juga menghancurkan harapan-harapannya akan peradaban yang lebih damai dan teratur. Kekacauan yang disebabkan oleh perang ini mencerminkan kekhawatirannya terhadap anomie—keadaan di mana norma-norma sosial menjadi tidak jelas—dalam skala yang sangat besar.
  3. Kemunduran Kesehatan dan Akhir Karir

    • Kesehatan Durkheim mulai menurun secara signifikan setelah kematian putranya. Kesedihan yang mendalam dan tekanan mental yang dialaminya memperburuk kondisi kesehatannya, yang sudah rapuh akibat kerja keras selama bertahun-tahun. Meskipun kesehatannya menurun, Durkheim terus berusaha untuk bekerja dan tetap berkontribusi dalam dunia akademis, meskipun dengan energi yang semakin berkurang.
    • Pada akhir tahun 1917, kondisi kesehatannya semakin memburuk, dan ia mengalami serangan stroke. Pada tanggal 15 November 1917, Émile Durkheim meninggal dunia di Paris pada usia 59 tahun. Kematian Durkheim meninggalkan duka mendalam bagi komunitas akademis, terutama bagi para murid dan koleganya, yang melihatnya sebagai salah satu pilar utama dalam pengembangan sosiologi sebagai disiplin ilmu.
  4. Warisan yang Abadi

    • Meskipun hidupnya berakhir tragis, warisan intelektual Durkheim terus hidup dan berkembang hingga hari ini. Karya-karyanya, terutama tentang fakta sosial, solidaritas sosial, dan anomie, tetap menjadi landasan penting dalam sosiologi dan ilmu sosial lainnya. Pengaruhnya terlihat jelas dalam berbagai studi tentang masyarakat, pendidikan, agama, dan perubahan sosial, menjadikannya salah satu pemikir yang paling dihormati dan berpengaruh dalam sejarah sosiologi.
    • Durkheim juga meninggalkan warisan dalam bentuk institusi-institusi akademis dan jurnal yang didirikannya, seperti "L'Année Sociologique," yang terus menjadi wadah penting untuk pengembangan dan diseminasi pemikiran sosiologis. Murid-muridnya, termasuk tokoh-tokoh terkenal seperti Marcel Mauss, melanjutkan dan mengembangkan warisan intelektualnya, memastikan bahwa ide-ide Durkheim tetap relevan dan berpengaruh dalam dunia akademis

Penutup

Émile Durkheim adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam pengembangan sosiologi sebagai disiplin ilmu. Dengan pemikirannya yang inovatif dan pendekatan metodologis yang sistematis, Durkheim telah memberikan kontribusi yang mendalam terhadap pemahaman struktur dan fungsi masyarakat. Melalui teori-teorinya tentang fakta sosial, solidaritas, dan anomie, ia telah membentuk dasar bagi studi sosial dan terus mempengaruhi bagaimana kita memahami dinamika sosial, norma, dan institusi dalam masyarakat.

Durkheim bukan hanya seorang teoretikus yang menciptakan konsep-konsep penting, tetapi juga seorang pendidik dan pengorganisir yang mendirikan komunitas akademis dan jurnal penting seperti "L'Année Sociologique." Usahanya dalam mendefinisikan dan mempromosikan metode ilmiah dalam sosiologi telah membantu menjadikan sosiologi sebagai ilmu sosial yang mandiri dan dihargai. Dengan demikian, Durkheim memainkan peran sentral dalam mendirikan fondasi akademis dan intelektual yang memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan sosiologi hingga saat ini.

Karya-karyanya terus dipelajari dan diterapkan dalam berbagai konteks, dari studi agama dan antropologi hingga kriminologi dan psikologi sosial. Meskipun Durkheim telah meninggal, warisan intelektualnya tetap relevan dan berharga bagi akademisi, peneliti, dan praktisi yang berusaha memahami dan mengatasi tantangan-tantangan sosial kontemporer. Dengan demikian, Durkheim tetap menjadi salah satu pionir penting dalam ilmu sosial, dan kontribusinya memastikan bahwa pemahaman kita tentang masyarakat terus berkembang dan diperbarui sesuai dengan perubahan zaman.


Daftar Pustaka

Giddens, A. (2006). Sociology (5th ed.). Cambridge: Polity Press.

Alexander, J. C. (1987). Twenty Lectures: Sociological Theory since World War II. New York: Columbia University Press.

Durkheim, É. (1893). The Division of Labor in Society. New York: The Free Press

Durkheim, É. (1895). The Rules of Sociological Method. New York: The Free Press.

Durkheim, É. (1912). The Elementary Forms of Religious Life. New York: The Free Press.

Heller, A. (1986). Rethinking Durkheim and His Tradition. New York: Routledge.

Calhoun, C. (2002). Dictionary of the Social Sciences. Oxford: Oxford University Press.

Cohen, M. (1987). Émile Durkheim: A Biography. London: Routledge.

Hughes, E. C. (1958). The Sociological Eye: Essays in Honor of Émile Durkheim. New York: Harper & Row.

Sztompka, P. (1994). Sociology of Social Change. Oxford: Blackwell.

Bellah, R. N. (1965). Religion and Progress: A Study in the Sociology of Knowledge. New York: Free Press.

Keller, R. (2010). A Theory of the Social Sciences. Cambridge: Cambridge University Press.

Durkheim, É. (1951). Suicide: A Study in Sociology. Glencoe, IL: Free Press.

Harrison, L. E. (1992). Culture Matters: How Values Shape Human Progress. New York: Basic Books.

Sahlins, M. (1976). Culture and Practical Reason. Chicago: University of Chicago Press.

Merton, R. K. (1968). Social Theory and Social Structure. New York: Free Press.

Wallerstein, I. (2004). World-Systems Analysis: An Introduction. Durham, NC: Duke University Press.

Kamis, 01 Agustus 2024

KLASIFIKASI TOKOH SOSIOLOGI BERDASARKAN ALIRAN



Sistematika aliran pemikiran sosiologi dapat dibagi menjadi beberapa kategori utama berdasarkan pendekatan teoritis dan fokus analisis masing-masing aliran. Berikut adalah sistematika tersebut:

1. Fungsionalisme Struktural

Fungsionalisme struktural melihat masyarakat sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung, di mana masing-masing bagian memiliki fungsi untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan sosial.

  • Tokoh Utama: Émile Durkheim, Talcott Parsons, Robert K. Merton
  • Konsep Kunci: Solidaritas sosial, fungsi manifest dan laten, anomi

2. Teori Konflik

Teori konflik berfokus pada ketegangan dan konflik antara kelompok-kelompok dalam masyarakat yang timbul karena distribusi sumber daya yang tidak merata.

  • Tokoh Utama: Karl Marx, Max Weber, C. Wright Mills
  • Konsep Kunci: Konflik kelas, kekuasaan, dominasi, materialisme historis

3. Interaksionisme Simbolik

Interaksionisme simbolik menekankan pentingnya interaksi sosial dan simbol-simbol dalam membentuk identitas dan masyarakat.

  • Tokoh Utama: George Herbert Mead, Herbert Blumer, Erving Goffman
  • Konsep Kunci: Diri (self), interaksi sosial, dramaturgi, simbol

4. Teori Kritis

Teori kritis berusaha memahami dan mengkritik struktur-struktur kekuasaan dan penindasan dalam masyarakat, serta berupaya mempromosikan perubahan sosial.

  • Tokoh Utama: Theodor Adorno, Max Horkheimer, Jürgen Habermas, Herbert Marcuse
  • Konsep Kunci: Rasionalitas instrumental, tindakan komunikatif, budaya massa

5. Teori Feminisme

Teori feminisme berfokus pada analisis gender dan perjuangan untuk kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan sosial.

  • Tokoh Utama: Simone de Beauvoir, Betty Friedan, Judith Butler
  • Konsep Kunci: Patriarki, kesetaraan gender, performativitas gender, interseksionalitas

6. Postmodernisme dan Post-strukturalisme

Postmodernisme dan post-strukturalisme menolak narasi besar (grand narratives) dan fokus pada pluralitas, relativisme, dan dekonstruksi struktur-struktur sosial dan budaya.

  • Tokoh Utama: Michel Foucault, Jean Baudrillard, Jean-François Lyotard, Jacques Derrida
  • Konsep Kunci: Simulasi, hiperrealitas, dekonstruksi, kekuasaan-pengetahuan

7. Teori Ras dan Etnisitas

Teori ras dan etnisitas menganalisis dinamika rasial dan etnis dalam masyarakat serta dampaknya terhadap identitas dan struktur sosial.

  • Tokoh Utama: W.E.B. Du Bois, Stuart Hall, Patricia Hill Collins
  • Konsep Kunci: Kesadaran ganda (double consciousness), interseksionalitas, representasi rasial

8. Teori Sosiologi Pendidikan

Teori sosiologi pendidikan mempelajari bagaimana institusi pendidikan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh struktur sosial serta bagaimana pendidikan mereproduksi atau menantang ketidaksetaraan sosial.

  • Tokoh Utama: Pierre Bourdieu, Basil Bernstein, Samuel Bowles, Herbert Gintis
  • Konsep Kunci: Modal budaya, kekerasan simbolik, kode bahasa, reproduksi sosial

9. Teori Sistem

Teori sistem mengkaji masyarakat sebagai sistem yang kompleks dan saling berhubungan, di mana setiap bagian berfungsi dalam keseluruhan sistem.

  • Tokoh Utama: Niklas Luhmann
  • Konsep Kunci: Sistem sosial, autopoiesis, kompleksitas, diferensiasi

10. Teori Pertukaran dan Rasionalitas

Teori pertukaran dan rasionalitas menekankan analisis perilaku sosial berdasarkan pertukaran rasional dan keputusan-keputusan individu.

  • Tokoh Utama: George C. Homans, Peter Blau, James Coleman
  • Konsep Kunci: Pertukaran sosial, rasionalitas ekonomi, pilihan rasional

Pembagian ini membantu memahami berbagai pendekatan dalam sosiologi dan memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fenomena sosial dari perspektif yang berbeda. Setiap aliran menawarkan wawasan unik dan alat analisis yang dapat digunakan untuk memahami kompleksitas masyarakat.